CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 16 April 2009

Mengapa bisa Maju dan Indonesia tetap Terbelakang?

Tergelitik oleh Lelucon yang dibuat oleh pak Setyanto di Milis MASTEL yang judulnya adalah:

“Kenapa Indonesia tidak menjadi negara maju?”

Anda tahu kenapa Indonesia tidak menjadi negara maju?

Karena rakyat Indonesia sejak dini sudah didoktrin dengan lagu2 yang tidak bermutu & mengandung banyak kesalahan, mengajarkan kerancuan, dan menurunkan motivasi.

Mari kita buktikan :

“Balonku ada 5… rupa-rupa warnanya… merah, kuning, kelabu.. merah muda dan biru …
meletus balon hijau , dorrrr!!!”
Perhatikan warna-warna kelima balon tsb, kenapa tiba2 muncul warna hijau?
Jadi jumlah balon sebenarnya ada 6, bukan 5 ! -:)

“Aku seorang kapiten… mempunyai pedang panjang…kalo berjalan prok..prok.. prok… aku seorang kapiten!”
Perhatikan di bait pertama dia cerita tentang pedangnya, tapi di bait
kedua dia cerita tentang sepatunya (inkonsistensi) Harusnya dia tetap konsisten, misal jika ingin cerita tentang sepatunya seharusnya dia bernyanyi : “mempunyai sepatu baja (bukan pedang panjang).. kalo berjalan prok..prok.. prok..” nah, itu baru klop!
jika ingin cerita tentang pedangnya, harusnya dia bernyanyi :
“mempunyai pedang panjang… kalo berjalan ndul..gondal. .gandul.. atau srek.. srek.. srek..”
itu baru sesuai dgn kondisi pedang panjangnya!

“Bangun tidur ku terus mandi.. tidak lupa menggosok gigi.. habis mandi ku tolong ibu.. membersihkan tempat tidurku..” Perhatikan setelah habis mandi langsung membersihkan tempat tidur.
Lagu ini membuat anak-anak tidak bisa terprogram secara baik dalam menyelesaikan tugasnya dan selalu terburu-buru. Sehabis mandi seharusnya si anak pakai baju dulu dan tidak langsung membersihkan tempat tidur dalam kondisi basah dan telanjang!

“Naik-naik ke puncak gunung.. tinggi.. tinggi sekali..kiri kanan kulihat saja.. banyak pohon
cemara..2X” Lagu ini dapat membuat anak kecil kehilangan konsentrasi, semangat dan motivasi! Pada awal lagu terkesan semangat akan mendaki gunung yang tinggi tetapi kemudian ternyata setelah melihat jalanan yg tajam mendaki lalu jadi bingung dan gak tau mau berbuat apa, bisanya cuma noleh ke kiri ke kanan aja, gak maju2!

“Naik kereta api tut..tut..tut. . siapa hendak turut ke Bandung .. Sby.. bolehlah naik dengan naik percuma..ayo kawanku lekas naik.. keretaku tak berhenti lama”
Nah, yg begini ini yg parah! mengajarkan anak-anak kalo sudah
dewasa maunya gratis melulu.
Pantesan PJKA rugi terus! terutama jalur Jakarta-Malang dan Jakarta-Surabaya!

“Di pucuk pohon cempaka.. burung kutilang berbunyi.. bersiul2 sepanjang hari dg tak
jemu2..mengangguk2 sambil bernyanyi tri li li..li..li.. li..li..”
Ini juga menyesatkan dan tidak mengajarkan kepada anak2 akan realita yg
sebenarnya. Burung kutilang itu kalo nyanyi bunyinya cuit..cuit.. cuit !
kalo tri li li li li itu bunyi kalo yang nyanyi orang (catatan: acara lagu anak2 dgn presenter agnes monica waktu dia masih kecil adalah tra la la tri li li!), bukan burung!

“Pok amé amé.. belalang kupu2.. siang makan nasi, kalo malam minum
susu..”
Ini jelas lagu dewasa dan tidak konsumsi anak2!
Karena yg disebutkan di atas itu adalah kegiatan orang dewasa, bukan anak
kecil.
Kalo anak kecil, karena belom boleh maem nasi, jadi gak pagi gak malem ya
minum susu!

“Nina bobo nina bobo oh nina bobo… kalau tidak bobo digigit nyamuk”
Menurut psikolog: jadi sekian tahun anak2 indonesia diajak tidur dgn lagu yg penuh nada mengancam.

“Bintang kecil dilangit yg biru…”
(Bintang khan adanya malem, lah kalo malem mang warna langitnya biru?)

“Ibu kita Kartini…harum namanya”
(Namanya Kartini atau Harum?)

“Pada hari minggu..naik delman istimewa kududuk di muka”
(Nah, gak sopan khan..masa duduk di muka??)

“Cangkul-cangkul, cangkul yang dalam, menanam jagung dikebun kita…”
(kalo mau nanam jagung, ngapain dalam-dalam emang mo bikin sumur….

Sumber :

http://sroestam.wordpress.com/category/negara-maju-vs-terbelakang/

Country Classification

For operational and analytical purposes, the World Bank’s main criterion for classifying economies is gross national income (GNI) per capita. In previous editions of our publications, this term was referred to as gross national product, or GNP. Based on its GNI per capita, every economy is classified as low income, middle income (subdivided into lower middle and upper middle), or high income. Other analytical groups based on geographic regions are also used.

A short history

The Bank's analytical income categories (low, middle, high income) are based on the Bank's operational lending categories (civil works preferences, IDA eligibility, etc.).

Definitions of groups

These tables classify all World Bank member countries (185), and all other economies with populations of more than 30,000 (209 total)

Geographic region: Classifications and data reported for geographic regions are for low-income and middle-income economies only. Low-income and middle-income economies are sometimes referred to as developing economies. The use of the term is convenient; it is not intended to imply that all economies in the group are experiencing similar development or that other economies have reached a preferred or final stage of development. Classification by income does not necessarily reflect development status.

Income group: Economies are divided according to 2007 GNI per capita, calculated using the World Bank Atlas method. The groups are: low income, $935 or less; lower middle income, $936 - $3,705; upper middle income, $3,706 - $11,455; and high income, $11,456 or more.

Lending category: IDA countries are those that had a per capita income in 2007 of less than $1,095 and lack the financial ability to borrow from IBRD. IDA loans are deeply concessional—interest-free loans and grants for programs aimed at boosting economic growth and improving living conditions. IBRD loans are noncessional. Blend countries are eligible for IDA loans because of their low per capita incomes but are also eligible for IBRD loans because they are financially creditworthy.

Notes: Income classifications are set each year on 1 July. These official analytical classifications are fixed during the World Bank's fiscal year (ending on 30 June), thus countries remain in the categories in which they are classified irrespective of any revisions to their per capita income data. Taiwan, China is also included in high income.

Minggu, 12 April 2009

Warga Danau Toba Diminta Tenang


BANDUNG- Pendapat pakar dari Universitas Monash Australia tentang akan adanya letusan gunung api dahsyat di Danau Toba, Sumut, mendapat tanggapan. Kemarin, Direktorat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Bandung mengirim surat ke Pemda setempat dan Menteri ESDM. Intinya, meminta warga tidak termakan kabar tersebut dan tetap tenang.
Kasubdit Mitigasi Bencana Geologi DVMBG Dr Surono menyatakan pendapat itu membutuhkan klarifikasi lebih jauh mengingat ada banyak parameter yang harus menyertainya. ''Dia tampaknya menggunakan data statistik yang hanya menuntut ke tingkat kerawanan tapi tidak ke tingkat peramalan,'' katanya, kemarin, di Bandung.
Pendapat itu akan makin bergaung apabila disertai dengan penelitian mendalam dan terus-menerus seperti pengujian atas usia batuan atau deformasi (pergerakan permukaan) serta sejumlah parameter lainnya atas fenomena aktivitas vulkanik di danau terkenal itu. Bila perkiraan letusan mahadahsyat itu berasal dari pengaruh sejumlah gempa besar di Kawasan Sumatera, Surono berpendapat, efeknya akan terdeteksi lebih dulu dari aktivitas gunung api di Sumatera sebagai bagian dari ring of fire seperti Gunung Piet Sagu, Burni Telong (NAD), Merapi (Sumbar) atau Kerinci (Jambi).
Surono mengakui, terjadinya Danau Toba memang berasal dari letusan gunung api pada jutaan tahun yang lalu. Namun sejauh ini di wilayah tersebut, aktivitasnya tidak menunjukkan keaktifan.
Dia tidak mau membantah tapi hanya menyayangkan pendapat yang kesannya dikeluarkan secara terburu-buru, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
''Yang rugi masyarakat, mereka akan tambah panik kendati untuk menjaga kewaspadaan tidak masalah,'' katanya.
Surono menilai, pendapat pakar tersebut, jika tidak disikapi secara matang, akan menjadi teror bagi masyarakat. ''Pendapat dari luar kan biasanya dituruti,'' katanya.
Sebagaimana diberitakan, Prof Ray Cas menyatakan letusan super volcano akan terjadi dan tersembur dari Danau Toba akibat pengaruh gempa-gempa dahsyat di Sumatera. Skala bencana ledakan super volcano itu diperkirakan jauh lebih besar daripada tsunami 26 Desember dan gempa 28 Maret lalu. Profesor Ray Cas dari Fakultas Ilmu Bumi Monash University mengatakan, letusan gunung berapi paling dahsyat itu bakal terjadi di Danau Toba. (dwi-83t)




Pakar Peringatkan Letusan Gunung Api di Danau Toba

SYDNEY - Ketika Indonesia sedang berjuang keras mengevakuasi para korban
gempa di Pulau Nias, seorang pakar Australia memperingatkan bahwa
wilayah Sumatera bakal diguncang letusan gunung berapi sangat dahsyat.
Skala bencana ledakan ''super volcano'' itu diperkirakan jauh lebih
besar daripada tsunami 26 Desember dan gempa 28 Maret lalu.
Profesor Ray Cas dari Fakultas Ilmu Bumi Monash University mengatakan,
letusan gunung berapi paling dahsyat itu bakal terjadi di Danau Toba,
Sumatera Utara.
Dia mengatakan kemarin, Danau Toba terletak di jalur patahan di bagian
tengah Pulau Sumatera. Sejumlah ahli seismologi juga mengatakan, gempa
besar ketiga mungkin akan mengguncang wilayah tersebut, menyusul gempa
9,0 skala Richter pada 26 Desember dan 8,7 skala Richter pada 28 Maret
lalu.
Letusan-letusan vulkano besar yang berpotensi menewaskan jutaan orang
dan menimbulkan kerusakan hebat akan terjadi setelah satu ledakan
pertama.
Menurut Cas, super volcano itu hanya menunggu waktu. Dia menambahkan
ledakan tersebut merupakan ancaman terbesar bagi planet ini. Sebab,
letusan hebat itu bisa menyebabkan bencana terbesar dalam sejarah
modern.
''Super volcano pasti meledak,'' kata Cas. ''Ledakan itu terjadi setiap
50 atau 1.000 tahun. Cepat atau lambat, salah satu letusan dahsyat itu
akan mengguncang planet ini.''
Menurutnya, ledakan-ledakan hebat gunung berapi pernah terjadi di
Italia, Selandia Baru, Amerika Selatan, AS, dan Indonesia.
Dalam Waktu Dekat
Ledakan terbesar berlangsung di Danau Toba, yang telah menciptakan kawah
berdiameter 90 kilometer. Menurut Prof Cas, siklus ledakan hebat 2.000
tahunan telah tiba waktunya. Para pakar vulkanologi di seluruh dunia
sedang mengamati dan menunggu terjadinya bencana besar dalam waktu
dekat.
Menurut Cas, ledakan besar terakhir yang secara ilmiah disebut caldera
terjadi 2.000 tahun lalu di Selandia Baru.
Dia mengatakan, ledakan-ledakan itu begitu kuat sehingga sejumlah besar
bebatuan dan debu terlontar ke atmosfer. Ada risiko ledakan itu
menimbulkan tsunami karena guncangan vulkanik melanda lautan.
''Kemungkinan korban tewas bisa mencapai ratusan ribu sampai jutaan. Ada
implikasi serius terhadap iklim, cuaca, dan keberlangsungan produksi
pangan,'' kata dia.
Dia menambahkan, meski ada ancaman dalam waktu dekat, negara-negara
sekitar tampaknya belum siap.
''Masalah terbesar adalah, banyak gunung berapi yang berpotensi meletus
itu mungkin tidak dipantau dengan semestinya. Tentu saja, kita harus
belajar dari bencana tsunami Desember lalu,'' kata dia.
Gempa-gempa di lepas pantai Aceh barat dan Pulau Nias terjadi di
sepanjang jalur patahan lepas pantai barat Sumatera. Gempa-gempa itu
menciptakan tekanan seismologis yang dapat mempercepat letusan gunung
berapi.
Cas mengatakan, letusan vulkano hebat terjadi di Danau Toba sekitar
73.000 tahun lalu. Skala ledakannya begitu besar sehingga mengubah iklim
dunia. ''Ledakan tersebut mengakibatkan tersemburnya 1.000 kilometer
kubik debu dan bebatuan ke atmosfer. Sebagian besar debu itu menghalangi
sinar matahari. Akibatnya, dunia memasuki zaman es,'' kata dia.
Ilmuwan itu mengatakan super volcano mencerminkan potensi bahaya
terbesar dari Bumi. ''Ancaman dahsyat lainnya berasal dari angkasa luar,
yakni jatuhnya asteroid besar,'' tambahnya.

Jumat, 10 April 2009

Mengejar Meteor

Oleh: Awang HS

Pada sebuah bagian di dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan Sutawijaya, saat ia belum menjadi Raja Mataram, sedang bersamadi di pantai selatan Jawa ditemani penasihatnya yang setia Ki Jurumertani. Tiba-tiba di langit, muncullah kilatan cahaya berwarna hijau yang menyorot Sutawijaya. Ki Jurumertani pun serentak mendengar sebuah suara tanpa wujud yang mengatakan bahwa Sutawijaya akan menjadi seorang raja penguasa Tanah Jawa. Sejarah mencatat bahwa Sutawijaya memang menjadi raja pertama Mataram (Islam) pada tahun 1586 dengan gelar Senapati Sunan Mataram.

Kilatan cahaya yang menyorot Sutawijaya itu adalah sebuah meteor. Menurut kepercayaan orang-orang Jawa, kilatan cahaya meteor atau bintang jatuh itu bisa berarti nasib baik atau nasib buruk. Bila cahayanya berwarna merah, maka bintang jatuh itu adalah bintang pembawa malapetaka. Bila berwarna hijau, maka bintang ini adalah pembawa wahyu dan bisa memberikan kekuasaan duniawi kepada orang yang mendapat sorotannya (Admiranto, 2000).


Begitulah cerita tentang meteor yang beberapa kali ditemukan di dalam babad atau roman sejarah (Jawa). Kali ini saya ingin bercerita tentang bagaimana sekelompok ilmuwan mengejar meteor, benar-benar mengejarnya sejak ia terlihat muncul di langit, sampai mencari puing-puingnya di suatu gurun di Afrika sebelah utara. Ini adalah sebuah kisah unik sebab sebelumnya belum pernah terjadi bagaimana suatu meteor diawasi dalam sistem penuhnya : asteroid sebagai bakal meteor ditemukan di langit, gerakan ”jatuhnya” diikuti, kilatan cahayanya saat ia terbakar di atmosfer diawasi, sampai puing-puingnya dicari di permukaan Bumi. Jurnal ”Nature” edisi 26 Maret 2009 menceritakan pengejaran meteor ini. Tanpa meteorit yang jatuh di Bumi, para ilmuwan tidak akan mempunyai bukti interpretasi mereka tentang sejarah Tata Surya termasuk Bumi.

Cerita ini bermula pada 6 Oktober 2008 ketika seorang pengamat bintang amatir di Arizona, AS, memberikan lokasi koordinat langit sebuah asteroid kepada the Minor Planet Center di Cambridge, Massachusetts, AS. Ini merupakan hal rutin yang dilakukan para pengamat bintang profesional maupun amatir dalam rangka mengawasi asteroid-asteroid yang melenceng jalannya mendekati Bumi (program bernama NEO –Near Earth Object atau Spaceguard). Tetapi, kali ini koordinat tersebut ketika dimasukkan ke dalam suatu sistem komputer langsung ditolak. Tim Spahr, direktur pusat penelitian tersebut segera melakukan perhitungan orbit secara manual dan menjadi jelas bahwa asteroid ini akan segera menabrak Bumi.

Obrolan para ilmuwan ini melalui internet dan jalur telefon internasional bersubyek “IMPACT TONIGHT!!!”, Dalam hitungan beberapa menit, segera diketahui bahwa asteroid ini akan menerobos atmosfer di atas sebuah gurun di wilayah Nubia, Sudan, Afrika yang berpenduduk jarang. Atmosfer Bumi diperkirakan akan menghancurkan asteroid ini menjadi puing-puing dan jatuh di gurun.
Menjelang fajar pada 7 Oktober 2008 asteroid ini bergesekan dengan atmosfer Bumi pada kecepatan hampir 50.000 km per jam, membuat buntut api sepanjang 100 km, kemudian meledak berkeping-keping pada ketinggian 36 km di atas Gurun Nubia, Sudan bagian utara. Pada saat yang sama, seorang pilot pesawat KLM yang terbang dari Johannesburg ke Amsterdam melaporkan telah menyaksikan sebuah kilatan cahaya yang cemerlang pada jarak sekitar 1400 km dari pesawat ketika asteroid 2008 TC3 menerobos atmosfer Bumi.

Para ilmuwan tidak membiarkan puing-puing asteroid yang kini menjadi meteorit tersebut terdiam membisu terkubur pasir panas Gurun Nubia. Awal Desember 2008, seorang astronom dari SETI (Search for Extra-Terrestrial Intelligence) Institute di Mountain View, California terbang ke Sudan. Di Sudan, Jenniskens mendatangi Muawia Hamid Shaddad, seorang pengajar dari Khartoum University. Mereka bersama sekelompok mahasiswa pergi ke Gurun Nubia. Di sepanjang jalan, mereka bertanya kepada para penghuni gurun yang ditemuinya apakah mereka pernah melihat sebuah bola api yang meledak di langit pada sekitar awal Oktober 2008. Semua yang ditanyai menerangkan bahwa mereka mendengar ledakan dahsyat itu, tetapi tidak pernah melihat ada kepingan-kepingan yang jatuh. Tidak ada petunjuk ke mana harus mencari puing-puing ledakan.

Steve Chesley di Jet Propulsion Laboratory (JPL) di Pasadena, California yang dari awal telah menghitung bahwa asteroid ini akan jatuh di Sudan kemudian berhasil membuat peta kemungkinan jatuhan puing-puing asteroid ini. Berbekal peta “harta karun” ini Jenniskens, Shaddad dan para mahasiswa serta staf dari Khartoum University memulai penyisiran di lokasi jatuhan asteroid paling mungkin pada 6 Desember 2008. Mereka menggali jalur di pasir sepanjang 32 km mengikuti jalur jatuhan puing asteroid menurut peta JPL – Jalur Chesley, sesuai nama penemunya. Pencarian ini tentu seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

Akhirnya, ketekunan mereka membuahkan hasil, ditemukan sebanyak 15 sampel dengan berat total sekitar 1 kg. Puing meteorit ini dideskripsi : porous, rocky material, rounded like a pebble, with a broken face, and very black in color. Dalam beberapa kunjungan, akhirnya berhasil dikumpulkan sebanyak 280 sampel meteorit dengan massa total sekitar 5 kg. Sampel-sampel ini dikirimkan ke tiga tempat untuk dianalisis : NASA’s Johnson Space Center di Houston, the Carnegie Institution di Washington, dan Fordham University di New York.

“Kami benar-benar menemukan harta karun”, ucap Michael Zolensky, seorang cosmic mineralogist NASA. Ia menyambung penjelasannya, “Kami sebelumnya tak pernah melihat meteorit seperti ini karena mereka begitu rapuh sehingga meledak di tempat tinggi di atmosfer. Sampel-sampel ini nampaknya berasal dari permukaan sebuah asteroid tingkat awal, sehingga berharga untuk para planetologist dalam menjelaskan sejarah geologi benda-benda luar angkasa yang primitive.” Dalam ilmu meterorit, meteorit 2008 TC3 ini diklasifikasikan sebagai “polymic ureilite”, yaitu jenis meteorit batuan berwarna gelap yang sangat jarang dan rapuh.

Begitulah ceritanya. Untuk pertama kalinya, para ilmuwan mempelajari meteorit yang punya definitive link dengan asteroid di luar angkasa. Penemuan ini telah memberi peluang kepada para ilmuwan untuk mempelajari asteroid, asal dan perbedaan-perbedaannya, yang mungkin akan memberikan jawaban untuk pembentukan Tata Surya kita.